Tanggal 11 Juni lalu, astronot Samantha Cristoforetti berhasil mencatatkan diri sebagai wanita pertama yang tinggal sangat lama di luar angkasa, sekitar 199 hari atau 6 bulan. Di balik pencapaian itu, ternyata ada hal buruk yang dialami oleh Samantha.
Saat sampai ke Bumi, tubuh Samantha di'scan' dengan laser oleh Profesor Karsten Koenig dari Universitas Saarland sebagai salah satu bentuk pengecekan fisik astronot. Lewat proses itu, ternyata diketahui bila kulit Samantha, terutama wajah, mengalami penuaan lebih cepat.
Saat sampai ke Bumi, tubuh Samantha di'scan' dengan laser oleh Profesor Karsten Koenig dari Universitas Saarland sebagai salah satu bentuk pengecekan fisik astronot. Lewat proses itu, ternyata diketahui bila kulit Samantha, terutama wajah, mengalami penuaan lebih cepat.
Buktinya, kulit Samantha menurut hasil scan laser lebih tipis 20 persen dari saat pertama pergi ke stasiun luar angkasa, ISS, November tahun 2014 lalu. Oleh profesor Karsten, hal itu dikatakan sebagai tanda penuaan yang tidak lazim.
Penipisan kulit wajah itu juga membuat Samantha nampak kusam, bahkan diprediksi mengalami keriputan di usia yang lebih muda.
Yang membuat astronot khawatir, ilmuwan sampai saat ini belum mengetahui alasan mengapa kulit manusia lebih cepat menua di luar angkasa. Ini tentu gawat mengingat misi-misi luar angkasa di masa depan, misalnya mengunjungi planet Mars, bisa memakan waktu 2 tahun atau lebih.
Sebelumnya di tahun 2009, ilmuwan Italia menerbangkan 6 tikus ke stasiun luar angkasa ISS sebagai percobaan selama 10 hari. Hasilnya, tiga dari 6 tikus dilaporkan mati akibat penipisan kulit dan kerontokan rambut parah. Oleh karena itu, ilmuwan saat ini takut hal yang sama akan terjadi pada manusia.
"Bagian kulit luar atau epidermis Samantha telah menyusut, terutama sel-sel hidupnya, alhasil kulitnya menipis. Itu adalah tanda umum dari penuaan," kata Profesor Karsten, Daily Mail (21/07).
Penipisan kulit wajah itu juga membuat Samantha nampak kusam, bahkan diprediksi mengalami keriputan di usia yang lebih muda.
Yang membuat astronot khawatir, ilmuwan sampai saat ini belum mengetahui alasan mengapa kulit manusia lebih cepat menua di luar angkasa. Ini tentu gawat mengingat misi-misi luar angkasa di masa depan, misalnya mengunjungi planet Mars, bisa memakan waktu 2 tahun atau lebih.
"Tentu, sangat tidak aman bila lapisan kulit epidermis semakin menipis jika terlalu lama di angkasa," ujar Profesor Karsten.
Sebelumnya di tahun 2009, ilmuwan Italia menerbangkan 6 tikus ke stasiun luar angkasa ISS sebagai percobaan selama 10 hari. Hasilnya, tiga dari 6 tikus dilaporkan mati akibat penipisan kulit dan kerontokan rambut parah. Oleh karena itu, ilmuwan saat ini takut hal yang sama akan terjadi pada manusia.